2 Wartawan Dikibulin Pegawai TU, Katanya Wartawan Tak Ada Urusan Sama Sekolah


LUBUKLINGGAU - Dua orang wartawan diduga dikibulin oleh seorang Staff Tata Usaha (TU) saat berkunjung ke MTs Negeri Lubuklinggau Sumetera Selatan, hal iti diceritakan kepada Silampari Berita pada Minggu (11/08 2024).

P dan A, merupakan jurnalis media online yang berkunjung ke MTs Negeri Lubuklinggau pada Senin (05/08/2024) sekira pukul 08.30 WIB. Kedatangan keduanya ingin menemui Kepala Sekolah guna konfirmmasi terkait aktivitas dari beberapa kegiatan sekolah.

Di sekolah yang beralamat di Jalan Lama Kelurahan Megang Kecamatan Lubuklinggau Utara II itu, keduanya sempat bertemu dengan yang diduga Kepala Sekolah. Saat itu terlihat sosok perempuan dari arah ruang TU, lewat dan bergegas menuju arah  ruang kelas ujung.

"Saat itu amsaya sempat menyapa, 'nah..! inikan Ibu Kepsek'," kata P menyapa perempuan tersebut.

Rupanya, sosok yang diduga kepala sekolah itu, berlalu begitu saja tanpa menghiraukannya.

Bagi P itu hal biasa, boleh jadi saat itu sang Kepsek belum mengenalnya sehingga berlalu begitu saja tanpa hirau sedikitpun, atau memang sengaja menghindar tak mau ditemui.

Ia bercerita, saat itu temannya sudah berada  ruang TU, disana temannya sedang berdebat dengan seorang oknum pegawai tentang keberadaan Kepsek, bahkan keduanya sempat adu mulut.

Ditengah ketidakjelasan keberadaan Kepala Sekolah, salah seorang staf memberi tau bahwa Kepala Sekolah ada disekolahan.

"Tadi kepala sekolahnya ada pak, mungkin lagi keliling, bapak tunggu saja, begitu staf itu memberitahu teman saya itu,"ujar P menguraikan cerita temannya.

Sesaat kemudian tiba-tiba datang oknum pegawai laki-laki yang keluar dari ruang dalam bagian kantor yang bergegas menghampirinya. Oknum pegawai yang tidak diketahui namanya itu, dengan gaya dan bicara meninggi saat itu mempertanyakan tentang tujuan pertemuan dengan Kepala Sekolah.

"Bapak dari mana? Begitu sang oknum itu bertanya. Teman saya menjawab dari media. Lalu si oknum berucap 'apa urusannya sama sekolah?'. Nah, mendengar itu teman saya menjadi emosi, kesal atas ulah oknum itu. Suasanapun sedikit tegang, beruntung dia masih bisa mengendalikan emosinya," beber P yang saat itu baru tiba di ruang TU sesaat selesai perdebatan.

Bagi P, terlalu ribet dan berbelit bagi sebuah sekolah. Masa hanya untuk bertemu Kepala Sekolah sebegitu ketatnya?. Ia juga heran dengan sikap oknum pegawai yang bermuka masam, kasar dan mau marah melulu itu.

"Sepertinya mereka kurang senang atas kehadiran kami," ungkapnya.

P yang pernah menjadi wali siswa itu mengungkapkan, dimana sikap dan perilaku oknum pegawai bahkan oknum guru disana persis sama seperti sikap dan perilaku kaum feodal, yang sok ketika sedang berkuasa, terkadang kasar dan bengis saat orang yang ia layani sedikit kritis.

"Sedikit saja tersinggung, mereka langsung marah. Tak seindah nama sekolahnya, yang bernuansa agama, relegius yang selayaknya bersikap lemah lembut, santun dan ramah serta berakhlakul karimah. Berbanding terbalik dengan sekolah umum yang justru sikap dan pelayanan para pimpinan dan pegawainya jauh lebih lentur, sopan dan ramah," ungkapnya menuturkan pengalamannya.

Akhirnya, persoalan masih belum selesai, sang oknum pegawai tetap bertahan atas pendapatnya yang menjelaskan keberadaan Kepala Sekolah tidak di sekolah. Untuk memastikan itu, P mendatangi oknum tersebut guna mendengar secara langsung tentang keberadaan kepala sekolah sebenarnya.

"Apa benar kepala sekolah tidak ada pak? Ya tidak ada," begitu oknum itu menjawab penuh percaya diri.

Mendapat penjelasan, tanpa pikir banyak P langsung memanggil temannya, lalu pulang meninggalkan sekolah tersebut.

Menutup cerita, P menyampaikan sekaligus menyarankan, ulah oknum pegawai di MTs Negeri Lubuklinggau adalah peristiwa konyol yang tak seharusnya terjadi. Seorang oknum pegawai TU, diduga dengan sengaja telah  meremehkan profesi wartawan dengan cara berbohong.

Berikutnya, pola dan sikap seperti gaya kaum feodal itu tidak seharusnya terjadi di sebuah sekolah yang bernuansa agama.

"Disini berarti para petugas atau pegawainya, tidak dapat menunjukkan sikap profesionalitasnya selaku pelayan publik, bahkan  terkesan arogan dan kasar saat melayani tamu," kata P menilai.

Oleh karena itu, ia menyarankan pihak Kementerian Agama khususnya Kepala Sekolah untuk melakukan evaluasi terkait kinerja atau cara pelayanan terhadap pengunjung. Bagaimana sebenarnya standar operasional atau prosedur yang harus dijalankan, sehingga masyarakat atau siapapun yang berkunjung diperlakukan sesuai SOP sekolah.

Terkait kehadiran wartawan ataupun lembaga yang berkunjung ke sekolah, Kepala Sekolah tak perlu takut atau menghindar apalagi bersembunyi.

"Bekerjalah sesuai ketentuan yang ada, tak perlu menghindar atau  sembunyi. Sikap menghindar atau menyembunyikan diri malah akan menimbulkan kesan buruk, bahkan justru akan menimbulkan kecurigaan di mata publik terkait penyelenggaraan atau pengelolaan pendidikan oleh pihak sekolah," tandas P menutup cerita.

Sementara, Kepala sekolah, Arsiyanti, melalui sambungan telepon pada Sabtu (10/08/2024), saat ditanya terkait permasalahan tersebut belum memberikan tanggapan. Kendati nomor teleponnya aktif namun tak diangkat, bahkan saat dikonfirmasi melalui pesan singkat pun masih juga belum ada jawaban, kendati di pesan WhatsApp tersebut telah terbaca.

(Fzn)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama