Rodi Wijaya Mundur Tanggal 27 September 2024? Pengamat Politik : Salah Kutip


LUBUKLINGGAU -  KPU RI terbaru mengeluarkan PKPU Nomor 8 Tahun 2024 , dalam PKPU ini sudah sangat menjelaskan pada pasal 14 ayat 2 poin q : menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon Peserta Pemilihan.

Dan pasal 14 ayat 4 poin d :  mengundurkan diri sebagai calon terpilih anggota DPR, DPD, atau DPRD bagi calon yang berstatus sebagai calon terpilih anggota DPR, DPD, atau DPRD tetapi belum dilantik.

Dengan adanya PKPU ini sudah sangat jelas bahwa anggota  DPR DPD dan DPRD terpilih harus mengundurkan diri meskipun belum dilantik.

Berkaitan dengan Pilkada Kota Lubuklinggau, ada dua nama anggota DPRD terpilih yang dikabarkan bakal maju dalam pilkada yakni H Rodi Wijaya dan Hendri Juniansyah.

Namun kemarin, bakal calon H Rodi Wijaya dalam pemberitaannya bakal mundur sebagai Ketua DPRD tanggal 27 September 2024. Pernyataan ini membuat kebingungan masyarakat, karena dalam tahapan pilkada 2024, tanggal 22 September 2024 KPU bakal menetapkan pasangan calon. Ketika sudah ditetapkan sebagai pasangan calon, maka otomatis anggota DPR,DPD DPRD terpilih sebelum nya sudah mengundurkan diri.

Menjawab kebingungan ini, awak media meminta pandangan kepada Pengamat politik yang juga Peneliti pada Sumatera Initiative Research Consulting,Kurniawan Eka Saputra.

Dirinya menjelaskan bisa jadi apa yang di sampaikan oleh Bakal Calon Walikota H. Rodi Wijaya (HRW) sebagai Calon Legislatif Terpilih (calih) yang akan ikut dalam kontestasi Pilkada Kota Lubuklinggau 2024 hanya 'salah kutip' terhadap pengaturan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024.

Dimana berdasarkan PKPU tersebut penetapan pasangan calon dilakukan pada tanggal 22 September 2024 kecuali nanti ada perubahan jadwal.

Merujuk pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8/2024 Tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota pada Pilkada 2024, setidaknya ada 2 (dua) pengaturan norma yang harus dicermati yaitu :

Pertama, pengaturan norma dalam konteks status sebagai anggota DPR/D dan DPD, pengaturan dalam PKPU ini sebangun dengan Undang-Undang Nomor 10/2024 tentang Pilkada dan putusan MK Nomor 12/PUU-XXII/2024 terkait pengaturan status anggota DPR/D, DPD serta calih. Bahwa para bakal paslon kada yang berstatus anggota DPR/D dan DPD harus mengundurkan diri dari jabatannya sejak mendaftarkan, sebagaimana termaktub dalam Pasal 14 ayat (2) huruf q : menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilihan.

Kemudian secara teknis dokumen apa yang menjadi syarat di jelaskan dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), dokumen persyaratan calon berupa pernyataan tertulis pengunduran diri dari yang bersangkutan, yang mengikat sejak ditetapkan dalam rapat pleno KPUD sebagai paslon. Sehingga dengan ini KPU bisa memproses pemberhentiannya dengan berkoordinasi pada institusi seperti : Pemkab/Pemkot dan Pemprov, meski kemudian tidak akan ada Pergantian Antar Waktu (PAW) mengingat sisa masa jabatan.

Kedua, norma kedua terkait pengaturan bakal paslon yang berstatus sebagai CALON TERPILIH (calih) sedikit lebih rumit, karena Putusan MK Nomor 12/PUU-XXII/2024 tidak perlu mundur. Demikian juga dalam UU 10/2016 tentang Pilkada tak ada frasa pengaturan tentang calih, karena ini merupakan fenomena baru sebagai konsekwensi keserentakan pemilu dan pilkada dalam tahun yang sama 2024. Pasal 14 ayat (4) huruf d yang mengatur pengunduran diri sebagai calon terpilih sejak penetapan paslon. Pengaturan lebih teknis terkait dokumen diatur dalam Pasal 32 ayat (1) PKPU Nomor 8/2024 mengatur : "calon yang berstatus sebagai calon terpilih anggota DPR atau DPRD tetapi belum dilantik sebagaimana dimaksud harus menyerahkan pemberitahuan dari partai politik peserta pemilu tentang pengunduran diri sebagai anggota DPR atau DPRD pada saat pendaftaran pasangan calon".

Frasa surat menyerahkan pemberitahuan dari partai politik peserta pemilu tentang pengunduran diri sebagai anggota DPR atau DPRD bias mengandung multi tafsir yaitu :
Bahwa yang kemudian menyatakan seorang calih mundur di KPUD adalah parpolnya, bukan yang bersangkutan. Sehingga dengan berbekal 'dokumen hukum' berupa surat pemberitahuan pengunduran diri dari parpol, apakah KPUD setelah penetapan paslon tanggal 22 September 2024 bisa memproses pergantian calih?

Bahwa apakah surat pemberitahuan dari parpol tentang pengunduran diri, bisa mewakili (secara hukum administrasi) komitmen calih yang bersangkutan? Kenapa bukan dokumen pengunduran diri dari calih yang bersangkutan?.

Artinya, norma pasal 32 ayat (1) bagi calih berbau "banci" karena tidak tegas dokumen pengunduran diri yang bersangkutan, berbeda dengan norma Pasal 24 ayat (1) dan (2) yang secara tegas menyatakan dokumen pengunduran diri yang bersangkutan sebagai syarat.

Pergantian calih dalam suatu parpol secara administrative memerlukan korespondensi dengan ketua parpol, bagaimana kemungkinan jika ketua parpol tersebut adalah bakal paslon? Bisa saja terjadi penundaan dengan alasan tertentu (buying time) sampai dengan tahapan pemungutan suara 27 November 2024 ?

Bagaimana pula jika bakal paslon yang bersangkutan pada jeda (sphare) waktu antara tanggal 22 September s/d 27 November 2024 melakukan "perlawanan" berupa upaya hukum judisial riview terhadap Pasal 14 ayat (4) hurup d PKPU 8/2024 ke Mahkamah Agung dengan meminta putusan sela?

Kemudian bagaimana jika pergantian calih tersebut baru bisa dilaksanakan setelah tanggal 27 November 2024, apakah masuk dalam kategori pergantian calih atau mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW) hasil Pemilu 2024? Karena kedua mekanisme itu berada pada kewenangan yang berbeda, pergantian calih ada di KPUD. Sementara PAW melibatkan Pemda/Pemprov dengan dasar aturan undang-undang yang berbeda.

Beberapa hal tersebut, mungkin dibaca oleh para bakal calon dan tim hukumnya untuk mencari “celah hukum” pada norma pengunduran diri calih. Pada titik ini, penting untuk segera di klarifikasi oleh KPUD melalui sosialisasi ke parpol dan perseorangan bakal calon, disertai dengan skema dokumen-dokumennya kelak. Sehingga tidak menimbulkan persoalan hukum yang akan mengganggu tahapan Pilkada 2024, apalagi hal-hal diatas merupakan fenomena kebaruan yang baru terjadi sebagai konsekuensi keserentakan Pilkada dalam tahun yang sama dan jadwal/tahapannya beririsan.

(*)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama