PALI - Buntut aksi damai masyarakat Desa Lunas Jaya, Kecamatan Tanah Abang, Kabupaten PALI yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Tolak Mutiara Hitam (AMTHM) di depan Mess Titan Grup PT Servo Lintas Raya (SLR) pada Rabu (19/01) lalu, meminta pihak perusahaan pindahkan crusser dan stockfile dari dekat pemukiman penduduk, kini berlanjut ke meja mediasi untuk kedua kalinya, di Aula Kantor Pemkab PALI, Jum'at (04/02).
Sebelumnya, masyarakat Desa Lunas Jaya telah melakukan mediasi pertama pada Jum'at (21/01) di Pemkab PALI, dihadiri pihak perusahaan dan Wakil Bupati PALI, Soemarjono.
Dalam pertemuan tertutup itu, hanya dibolehkan lima orang perwakilan dari AMTMH untuk mengikuti mediasi, selain dari lima orang perwakilan, puluhan masyarakat hanya menunggu hasil di luar ruangan. Bahkan, awak media pun tidak diperbolehkan masuk, diminta menunggu press release setelah selsai acara pertemuan.
Setelah pertemuan, dikatakan perwakilan masyarakat, Dedi Triwijayanto, pihaknya tetap mendesak perusahaan untuk memindahkan crusser dan stock file dari dekat pemukiman penduduk.
"Masyarakat butuh hidup sehat, sama seperti pihak perusahaan," ungkapnya.
Sementara itu, pihak perusahaan melalui Legal Consultant, Riasan Sahri, mengatakan perusahaan tidak bisa memindahkan stockfile.
"Semua manusia sama di mata hukum, kalau pihak aliansi mau adakan gugatan hukum kami persilahkan, kalau ada temuan terkait dampak dari debu batubara terhadap masyarakat silahkan laporkan ke aparat penegak hukum, jika minta pindahkan stockfile batubara silakan ajukan gugatan ke PTUN," jelasnya.
Menyikapi pernyataan Riasan Sahri, salah seorang masyarakat yang sempat hadir, mengatakan tetap semangat meminta perusahaan pindahkan crusser dan stock file.
"Kami belum ada kata menyerah, kami dan keturunan kami juga berhak hidup sehat seperti orang-orang PT SLR, kami ingin hidup tenang, jauh dari kebisingan dan tidak kena debu batubara," paparnya.
Menurut masyarakat tersebut, dari 2018 hingga sekarang kehidupannya sangat terganggu oleh debu batubara yang masuk ke rumah, bahkan juga terganggu oleh bising akibat dari aktivitas operasi PT SLR di KM 36 yang Stockfile nya terlalu dekat dengan pemukiman.
"Kalau 2 jam saja tidak nyapu rumah, sudah menempel debu batubara, debu batubara itu halus tidak seperti debu tanah, kalau debu batubara beterbangan jelas tidak kelihatan, tapi yang menempel di lantai dan perabot rumah tangga itu, sewaktu kita lap pakai tangan sangat jelas terlihat," tuturnya.
Ia khawatir, adanya debu yang menempel di perabotan rumah tangga itu akan membuat penyakit, mengingat peralatan tersebut banyak digunakan untuk kegiatan konsumsi.
"Omatis sudah terkonsumsi oleh masyarakat yang tinggal disana. Terus terang, kalau sudah sakit dan mati akibat dampaknya, untuk apa lagi kita protes, kita minta pindahkan ini mumpung belum ada yang meninggal akibat dampaknya," pungkasnya. (Susanto)